Rabu, 26 Desember 2007

Menulis = Ibadah

Oleh: Ronidin



Tulisan jelek dengan maksud baik lebih baik
dari tulisan baik tetapi bermaksud jelek
(Jalaluddin Rahmat)



Menulis sebagai sebuah kreatifitas adalah aktivitas intelektual yang menyenangkan dan berharga. Tidak banyak orang yang mampu melakukannya dan tidak banyak pula yang mampu menghargainya. Menulis berkaitan dengan keahlian, sedangkan menghargai tulisan berkaitan dengan moral. Kalau begitu, intelektual sejati adalah penulis yang bermoral. Artinya, ia mampu mencurahkan ide atau gagasan yang ada di sekitarnya secara tertulis dan kemudian menempatkannya menjadi barang berharga yang harus dijaga.
Menulis adalah amal jariah. Itu kalau tulisan yang ditulis bermaksud baik lagi mencerahkan seperti dikatakan Kang Jalal di atas. Coba bayangkan! Sekian ratus orang yang membaca sebuah tulisan, lalu karena tulisan itu, beberapa orang diantaranya berubah menjadi lebih baik: bukankah itu suatu amalan yang menyegarkan? Atau gara-gara sebuah tulisan, orang jadi rajin ke mesjid, murah berinfak, santun, memakai jilbab dan sebagainya: bukankah itu suatu pencerahan yang nyata? Justru itu, menulis dan menghargai sebuah tulisan sama pentingnya. Setidaknya, kalau belum bisa menulis, maka hargailah tulisan orang lain! Bukankah Islam selalu menganjurkan kita untuk selalu menhargai orang lain?
Lantas, Pertanyaan yang mengedepan: bagaimanakah sebenarnya menulis itu dan bagaimana pula menghargai sebuah tulisan dimaksud?
Menulis sebenarnya tidak susah. Menghargainya juga mudah. Mulailah menulis dari hal-hal yang kecil. Hal-hal yang dekat dengan kita dan hal-hal yang kita ketahui. Jangan menulis sesuatu yang tidak kita ketahui dan sesuatu yang “jauh” dari kita. Menulislah dengan persepsi bahwa menulis itu adalah ibadah. Menulislah dengan senang hati bukan dengan beban.
Setelah tulisan jadi, jangan disimpan (saja) di laci lemari, di antara halaman buku atau di file komputer Anda. Kalau itu dilakukan, sama artinya dengan tidak menghargai tulisan tersebut. Tulisan menjadi bernilai kalau sudah dibaca atau diapresiasi orang lain. Ketika menulis jangan berfikir bahwa tulisan itu hanya untuk diri sendiri, tetapi bayangkan tulisan itu akan dibaca banyak orang. Akan memberi pencerahan pada banyak orang. Ini penting agar kita terpicu menulis sebaik mungkin. Segurih mungkin.
Selama ini yang sering menjadi masalah bagi seseorang ketika menulis adalah cara memulainya. Selain itu, kebanyakan kita “takut” kalau karyanya dibaca orang lain apa lagi dikritiknya. Rata-rata mental orang kita masih anti kritik dan takut salah. Padahal kritikan adalah aktor penting dalam menulis.
Selanjutnya …
Menulis tentunya memproduksi bahasa. Nah, ketika mulai menulis, maka kita harus memiliki stok bahasa yang cukup untuk diproduksi. Sejauh ini pernahkah kita menghitung sudah berapa banyak kosa kata yang kita miliki. Kalau sudah cukup, menulis akan menjadi mudah. Topik-topik yang terpampang di depan mata kita, akan dapat diolah menjadi sesuatu yang gurih seperti pizza, begitu kata Hernowo. Sejauh ini, secara jujur harus kita akui bahwa bahasa kita memang miskin. Itulah sebabnya kita susah untuk mulai menulis.
Selain itu, kesusahan menulis juga karena kurangnya motivasi. Jarang di antara kita yang menjadikan menulis sebagai hobi. Malah justru sebaliknya: menjadi beban. Kalau menulis itu telah menjadi hobi, maka kita akan melakukannya dengan senang hati. Kita akan membaca dengan senang hati pula karena membaca adalah saudara kandungnya menulis. Orang yang hobi menulis pasti dia juga hobi membaca. Kalau kita banyak membaca, berarti kita banyak memiliki simpanan untuk dituliskan.
Faktor penghambat lainnya dalam menulis adalah malas, takut, nggak pede, tidak mau belajar dan niat yang tidak afdhol. Yang disebut terakhir, misalnya menulis untuk mendapatkan “si anu” atau karena ingin “dipuji” karena ingin honor dan sebagainya. Jadi, kalau ingin beramal dengan tulisan, maka menulislah! Niat harus diikui dengan tekat dan perbuatan. Menjadi seorang penulis tidak hanya bisa dengan berkata, “O…, aku pengen jadi penulis,” tanpa berbuat.
Nah, Kalau tulisan kita sudah jadi, cepat-cepatlah perlihatkan kepada teman atau kirimkan langsung ke koran atau majalah. Jangan disimpan! Yang suka menyimpan tulisan berarti dia tidak menghargai hasil usahanya. Seberapa pun hasil tulisan kita, itu adalah jerih payah kita. Tidak mungkin sebuah tulisan dibuat oleh orang bodoh. Ingat, menulis adalah kreatifitas yang berharga. Kreatifitas yang tidak dimiliki semua orang. Kreatifitas yang hanya dimiliki orang-orang yang terbiasa berfikir, terbiasa membaca dan terbiasa menulis itu sendiri. Untuk itu kenapa harus ragu? Persoalan tidak lulus seleksi (ditolak media massa) itu perkara lain. Yang penting terlebih dahulu kita harus menghargai karya tulis kita sendiri. Jadikan tulisan kita itu sesuatu yang penting. Sesuatu yang berharga.
Menghargai tulisan kita atau menjadikan tulisan kita sesuatu yang berharga harus bermula dari kita sendiri terlebih dahulu. Bagaimana orang lain akan menghargai tulisan kita kalau kita sendiri belum menghargainya. Jadi, menghargai tulisan sama dengan menghargai kreatifitas.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Menonton film memang sangat menyenangkan, apalagi jika dengan orang terdekat kita. Selain mendapatkan sebuah hiburan yang menyegarkan, film juga bisa dijadikan sebuah pesan untuk tujuan tertentu seperti penyampaian moral misalnya. Oleh karena itu sebaiknya pilihlah film yang benar-benar dirasa pas untuk Anda.